Thursday, April 20, 2017

POLA ASUH GIZI BAYI

POLA ASUH GIZI BAYI

Sebelum mulai , mari kita urutkan dari beberapa sumber yang kredibel tentang POLA ASUH GIZI BAYI yang benar dan bisa dipercaya. Menurut Soekirman (2000: 84), pola asuh adalah berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberi makan, kebersihan, memberi kasih sayang, dan sebagainya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental). 

Sedangkan menurut Zeitlin Marian (2000:122) yang dikutip oleh Amy Prahesti (2001: 21) mengatakan bahwa salah satu aspek kunci dalam pola asuh gizi adalah praktek penyusuan dan pemberian MP-ASI. Lebih lanjut praktek penyusuan meliputi pemberian makanan prelaktal, kolostrum, menyusui secara eksklusif, dan praktek penyapihan. 

Adapun aspek kunci pola asuh gizi adalah : 

Praktek pemberian makanan/minuman prelaktal. 

1) Batasan makanan/minuman prelaktal 
Makanan prelaktal adalah makanan dan minuman yang diberikan kepada bayi sebelum ASI keluar, misal air kelapa, air tajin, madu, pisang, susu bubuk, susu sapi, air gula, dan sebagainya (Depkes RI, 2000:2).
Kebiasaan memberikan makanan prelaktal harus dihindari karena dirasa tidak perlu dan malah bisa membahayakan bagi bayi dan ibu bayi (Savage, 1991:37). 

2) Bahaya pemberian makanan/minuman prelaktal 
Untuk bayi: 
  • Bayi tidak mau mengisap susu dari payudara karena pemberian makanan ini menghentikan rasa lapar.
  • Diare sering terjadi karena makanan ini mungkin tercemar. 
  • Bila yang diberikan susu sapi alergi sering terjadi. 
  • Bayi bingung mengisap puting susu ibunya bila pemberian makanan lewat botol. 
  • Saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencerna makanan selain ASI.

Untuk Ibu: 
  • ASI keluar lebih lama karena bayi tidak cukup mengisap.
  • Bendungan dan mastitis mungkin terjadi karena payudara tidak mengeluarkan ASI. 
  • Ibu sulit menyusui dan cenderung berhenti menyusui. (Savage, 1991:37).
3) Hal-hal yang berpengaruh terhadap pemberian makanan/minuman prelaktal 

Pemberian makanan/minuman prelaktal masih sering dilakukan terutama bagi bayi yang lahir di Rumah Sakit (RS) atau Rumah Sakit Bersalin (RSB). Pemberian ini didorong oleh sulitnya/sedikitnya ASI yang dihasilkan. Jenis minuman prelaktal yang diberikan biasanya adalah susu formula. Praktek pemberian ini menjadi semakin meningkat dengan banyaknya iklan dan poster mengenai susu formula yang terpasang di RS dan RSB. Akibat lanjut dari hal ini bahwa ibu lebih senang memberi susu formula kepada bayinya dari pada menyusui. Sedangkan bagi ibu-ibu di pedesaan yang melahirkan dengan pertolongan dukun bayi biasanya juga masih sering memberi makanan prelaktal ini dengan alasan yang tidak jauh berbeda dengan diatas, yaitu bahwa ASI sulit keluar dan sangat lama sehingga bayi terus menangis. Pengetahuan gizi ibu yang rendah semakin mendorong praktek ini. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan bayi, dan mengganggu keberhasilan menyusui (Depkes RI, 2000:2). 

Praktek pemberian kolostrum 

1) Batasan kolostrum 
Kolostrum (susu pertama) adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama setelah bayi lahir (4-7  hari) berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental karena mengandung banyak vitamin, protein, dan zat kekebalan yang penting untuk kesehatan bayi dari penyakit infeksi (Depkes RI, 2005:4). 

Menurut Suhardjo, dkk (1986:114) cairan yang dikeluarkan dari buah dada ibu selama beberapa hari pertama setelah bayi dilahirkan merupakan suatu cairan yang menyerupai air, agak kuning yang dinamakan kolostrum. Cairan tersebut mengandung lebih banyak protein dan mineral serta sedikit karbohidrat dari pada susu ibu sesudahnya. 14 

Kolostrum juga mengandung beberapa bahan anti penyakit yang dialihkan melalui susu dari tubuh ibu kepada bayi yang diteteki. Bahan anti tersebut membantu bayi menyediakan sedikit kekebalan terhadap infeksi penyakit, selama bulan-bulan pertama dari hidupnya. 

2) Hal-hal yang berpengaruh terhadap pemberian kolostrum 
Meskipun kolostrum sangat penting untuk meningkatkan daya tahan bayi terhadap penyakit, namun masyarakat terutama ibu-ibu masih banyak yang tidak memberikan kolostrum kepada bayinya (Depkes RI, 2000:2). Hal ini sebagian besar disebabkan oleh ketidaktahuan mereka akan manfaat kolostrum bagi bayinya. Kebanyakan ibu-ibu di pedesaan yang persalinannya ditolong oleh dukun bayi belum terlatih selalu membuang kolostrum dengan alasan bahwa ASI tersebut mengandung bibit penyakit. Biasanya kolostrum tersebut dikubur bersama plasenta bayi. Selain karena kepercayaan tersebut di beberapa daerah memang terdapat tradisi yang mengharuskan untuk membuang kolostrum. Sedangkan sedikitnya penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat semakin memperburuk keadaan ini. 

Praktek pemberian Air Susu Ibu 

Pola pemberian ASI merupakan model praktek penyusuan/pemberian ASI oleh ibu kepada bayinya pada usia 4 bulan pertama kehidupan bayi. Pola pemberian ASI dibedakan menjadi 2 macam yaitu pola eksklusif dan pola non eksklusif (Depkes RI, 1998:2).

1) Batasan ASI eksklusif dan non eksklusif 
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 4 bulan tanpa diberi makanan pendamping ataupun makanan pengganti ASI. Sedangkan ASI non eksklusif adalah pola pemberian ASI yang ditambah dengan makanan lain baik berupa MP-ASI maupun susu formula (Depkes RI, 1998:3). 

2) Alasan pemberian ASI eksklusif antara lain adalah 
  • Pada periode usia bayi 0–4 bulan kebutuhan gizi bayi baik kualitas maupun kuantitas terpenuhi dari ASI saja tanpa harus diberikan makanan/minuman lainya.
  • Pemberian makanan lain akan mengganggu produksi ASI dan mengurangi kemampuan bayi untuk mengisap. 
  • Zat kekebalan dalam ASI maksimal dan dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi.

Asam lemak essensial dalam ASI bermanfaat untuk pertumbuhan otak sehingga merupakan dasar perkembangan kecerdasan bayi dikemudian hari. Penelitian menunjukan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point 4,3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8,3 point lebih tinggi pada usia 8,5 tahun, dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes RI, 2005:11). 

3) Kebutuhan ASI bayi 
Rata-rata bayi memerlukan 150 ml susu per kilogram BB perhari, 16 sehingga bayi dengan BB 3,5 Kg memerlukan 525 ml sehari, bayi 5 Kg memerlukan 750 ml, dan bayi 7 Kg memerlukan 1 L per hari. Apabila bayi mengikuti garis pertumbuhan normalnya selama 6 bulan pertama maka kebutuhan susu 15 L (Savage, 1991:30). 

4) Lama Menyusui 
Ibu selalu dinasehati untuk menyusui selama 3-5 menit dihari-hari pertama dan 5–10 menit dihari-hari selanjutnya. Namun demikian, pengisapan oleh bayi biasanya berlangsung lebih lama antara 15–25 menit (Winarno F.G, 1990:78). 

5) Hal-hal yang berpengaruh terhadap pola pemberian ASI. 
Hal-hal yang mendasar yang sangat berhubungan dengan pola pemberian ASI adalah pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif, baik maksud maupun manfaat pemberian ASI tersebut bagi bayi. Pengetahuan ini dapat ditingkatkan dengan penyuluhan oleh petugas kesehatan. Dengan sedikitnya frekuensi penyuluhan yang dilakukan maka pengetahuan ini akan sulit ditingkatkan dan perubahan kearah praktek yang diharapkan akan sulit diwujudkan. Selain itu sedikitnya ASI yang dihasilkan juga mendorong praktek  pemberian ASI dilakukan secara parsial dimana ASI tetap diberikan dengan ditambah dengan susu formula. Sedangkan faktor yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap pemberian ASI ini antara lain keterlibatan sosial orang tua, pekerjaan orang tua, serta pendidikan orang tua. Hal ini lebih bisa dimaklumi sebab interaksi orang tua dengan lingkungannya akan menambah pengalaman yang berguna untuk melakukan praktek yang lebih baik (Satoto,1990:54).  

Praktek pemberian MP-ASI 

1) Batasan MP-ASI 
Makanan pendamping ASI merupakan makanan tambahan yang diberikan pada bayi setelah bayi berusia 4-6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan. Selain MP-ASI, ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi, paling tidak sampai usia 24 bulan. MP-ASI merupakan makanan tambahan bagi bayi, makanan ini harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi. Jadi MP-ASI berguna untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung didalam ASI. Dengan demikian, cukup jelas bahwa peranan MP-ASI bukan sebagai pengganti ASI tetapi untuk melengkapi atau mendampingi ASI (Diah Krisnatuti, Ririn Yenrina, 2000:14). 

2) Tujuan pemberian MP-ASI  
Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi dan zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat mencukupi kebutuhan bayi yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan berat badan. Gangguan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal dapat terjadi ketika kebutuhan energi dan zat gizi bayi tidak terpenuhi. Hal ini dapat disebabkan asupan makanan bayi yang hanya mengandalkan ASI saja atau pemberian makanan tambahan yang kurang memenuhi syarat. Disamping itu faktor terjadinya infeksi pada saluran  pencernaan memberi pengaruh yang cukup besar (Diah Krisnatuti, Ririn Yenrina, 2000:15). 18 

3) Hal-hal yang berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI 

Menurut Zetlein Marian (2000:124) yang dikutip oleh Amy Prahesti (2001: 25) faktor utama yang berpengaruh terhadap praktek pemberian MP-ASI adalah pengetahuan dan pendidikan ibu. Dengan pendidikan yang cukup ditunjang pengetahuan gizi modern akan menjadikan praktek pemberian MP-ASI kepada bayi semakin baik. Selain itu ternyata lingkungan sosial juga tidak lepas pengaruhnya pada hal ini. Dalam kebudayaan tertentu adanya kebiasaan makan bagi bayi yang khas dengan berbagai pantangan yang ada sangat mempengaruhi baik tidaknya praktek penberian MP-ASI oleh ibu bagi bayinya (Ebrahim,G.J, 1988:74). 

Praktek penyapihan  

1) Batasan Penyapihan 
Masa penyapihan adalah proses dimana seorang bayi secara perlahan-lahan memakan makanan keluarga ataupun makanan orang dewasa sehingga secara bertahab bayi semakin kurang ketergantungannya pada ASI dan perlahan-lahan proses penyusuan akan berhenti (Savage, 1991:105). Bayi yang sehat pada usia penyapihan akan tumbuh dan berkembang sangat pesat, sehingga perlu penjagaan khusus untuk memastikan bahwa bayi mendapat makanan yang benar (Depkes RI, 1998:19). 

2) Masa penyapihan  
Masa penyapihan dapat terjadi pada waktu yang berbahaya bagi bayi. Di beberapa tempat, bayi pada usia penyapihan tidak tumbuh dengan baik, maka sering jatuh sakit dan lebih sering terkena penyakit infeksi terutama diare, dibanding waktu-waktu lain. Bayi-bayi yang kurang gizi mungkin akan menjadi lebih buruk keadaannya pada masa penyapihan. Makanan yang tidak cukup dan adanya penyakit membuat bayi tidak tumbuh dengan baik. Hal ini dapat terlihat pada KMS terjadi kenaikan Berat Badan yang tidak memuaskan atau dalam keadaan yang lebih parah terjadi penurunan Berat Badan (Depkes RI, 1998:10). 

3) Hal-hal yang berpengaruh terhadap praktek penyapihan dini 
Penyapihan dimulai pada umur yang berbeda pada masyarakat yang berbeda. Menurut studi WHO pada tahun 1981 dipelajari bahwa jumlah ibu-ibu di pedesaan yang mulai penyapihan lebih awal tidak sebanyak diperkotaan. Di daerah semi perkotaan, ada kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI dihentikan terlalu dini karena ibu kembali bekerja. Hal ini menyebabkan kebutuhan zat gizi bayi/anak kurang terpenuhi apalagi kalau pemberian MP-ASI kurang diperhatikan, sehingga anak menjadi kurus dan pertumbuhannya sangat lambat (Depkes RI, 2000:3). Selain karena alasan tersebut kegagalan penyusuan akibat pemberian makanan atau minuman prelaktal sebelum ASI keluar juga menjadi alasan praktek penyapihan dilakukan secara dini, disamping karena ASI tidak keluar dari sesaat sesudah melahirkan (Savage, 1991:99).


Beberapa hal di atas sudah bebi rangkum dari beberapa sumber yang kredibel tentang POLA ASUH GIZI BAYI
Semoga Bermanfaat